Saturday, July 3, 2010

Fungsi Diturunkan al-Qur'an



Sesungguhnya merupakan nikmat Allah yang terbesar adalah diutusnya Nabi Muhammad s.a.w. dan diturunkan-Nya al-Qur'an kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia, mengajari dan mengingatkan mereka tentang segala yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akhirat. Atas dasar inilah Allah memuliakan ummat ini. Al-Qur'an adalah kalam (firman) Allah Ta'ala, baik huruf maupun maknanya, dia bukan makhluk.


Dari Allah al-Qur'an berasal dan kepada-Nya dia akan kembali. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: “Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas” (Asy Syu'araa:195).


Al-Qur'an merupakan kitab yang universal untuk seluruh manusia, bahkan untuk bangsa jin, untuk memberikan khabar gembira dan peringatan kepada mereka. (al-Jin:2). Al Qur’an diturunkan kepada manusia dengan memiliki fungsi yang amat banyak. Di antara fungsi diturunkannya al- Qur'an adalah sebagai berikut:


Sebagai Petunjuk (Huda)


Allah Ta'ala telah berfirman,artinya: “Alif laam miim. Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (al- Baqarah:1-2).


Dan di pertengahan surat al- Baqarah Allah juga berfirman: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (al- Baqarah:185).


Di awal surat al-Baqarah tersebut Allah Ta'ala menyebut al-Qur'an sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa sedangkan di pertengahannya disebutkan sebagai petunjuk bagi manusia, dan ini sifatnya umum baik bagi yang bertakwa maupun yang tidak bertakwa.


Adapun petunjuk bagi orang bertakwa, mempunyai erti bahwa mereka mampu mengambil manfaat dan mengambil faedah dari al-Qur'an itu, serta mereka mampu manjadikan cahaya al-Qur'an sebagai penerang bagi mereka. Sedangkan petunjuk bagi manusia, ertinya al-Qur'an memberi penjelasan bagi mereka mana jalan yang lurus terbimbing, jika mereka menghendaki jalan lurus tersebut bagi diri mereka.

Jadi al-Qur'an merupakan petunjuk dilalah dan irsyad (penjelasan dan bimbingan) bagi seluruh manusia, dan petunjuk taufiq bagi orang yang bertakwa, khususnya mereka yang memenuhi panggilan al-Qur'an. Jadi hidayah itu ada dua macam, yaitu hidayah taufiq wa 'amal (respon dan aksi). Ini khusus bagi orang yang beriman, dan hidayah dilalah wa irsyad (bimbingan dan penjelasan) yang bersifat informative untuk seluruh umat manusia.


Allah Ta'ala juga berfirman menyifati al-Qur'an, artinya:

”Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih” (Al Israa':9-10).


Allah Ta'ala menyebutkan al-Qur'an sebagai petunjuk yang paling lurus (aqwam), yaitu kepada jalan yang paling lurus dan adil yang mengantarkan kepada Allah Ta'ala. Jika anda menghendaki untuk sampai kepada Allah Azza wa Jalla dan surga Nya maka anda harus beramal dengan al-Qur'anul Karim.


Al-Qur'an sebagai Ruh


Di dalam ayat yang lain Allah menyebut al-Qur'an dengan ruh, dan salah satu makna ruh di sini adalah segala yang menjadikan hati hidup penuh dengan makna. Sebagaimana halnnya tubuh, jika di dalamnya ada ruh maka dia akan hidup dan jika ruh keluar dari badan maka dia akan mati. Allah berfirman, artinya:

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (wahyu al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (Asy Syura:52)


Al-Qur'an adalah ruh bagi hati, dan ruh hati lebih khusus daripada ruh badan. Allah menamainya dengan ruh kerana dengan al-Qur'an itu hati menjadi hidup. Maka apabila al-Qur'an telah bertemu dengan hati pasti dia akan hidup dan bercahaya. Dia akan mengenal Rabbnya, menyembah Allah di atas dasar bashirah (ilmu), takut kepada-Nya, bertakwa , mencintai-Nya, meninggikan serta mengagungkan-Nya. Ini disebabkan al-Qur'an merupakan ruh yang menggerakkkan hati sebagaimana ruh (nyawa) yang menggerakkan badan.


Jika nyawa masuk ke dalam badan maka dia akan menggerakkan badan itu serta menjadikannya hidup. Demikian pula al-Qur'an, jika masuk ke dalam hati maka akan menghidupkan serta menggerakkan hati untuk takut kepada Allah serta mencintai-Nya. Sebaliknya jika hati tidak dimasuki al-Qur'an maka akan mati, sebagaimana badan yang tidak punya ruh. Maka di sini ada dua kehidupan dan dua kematian. Dua kematian adalah matinya jasmani dan matinya hati sedang dua kehiduan adalah hidupnya jasmani dan hidupnya hati. Hidupnya badan berlaku bagi mukmin dan kafir, orang takwa dan orang fasik, bahkan seluruh manusia dan hewan tidak ada bezanya. Yang membezakan adalah hidupnya hati, dan ini tidak didapati kecuali pada hamba Allah yang mukmin dan muttaqin. Adapun orang kafir dan binatang ternak maka mereka kehilangan hidupnya hati, meskipun badan dan jasmani mereka hidup.


Al Qur'an sebagai Cahaya


Allah menamai al-Qur'an dengan Nur (cahaya), iaitu sesuatu yang menerangi jalan yang terbentang di hadapan manusia sehingga tampak segala yang ada di hadapannya. Apakah ada lubang, atau duri lalu menghindarinya, dan kelihatan pula jalan yang selamat sehingga dia manempuh jalan itu. Orang yang tidak mempunyai cahaya maka dia berada di dalam kegelapan, tidak dapat melihat lubang serta duri, tidak mengetahui adanya bahaya kerana memang tidak mampu untuk melihat. Kita semua tahu adanya cahaya yang mampu kita lihat, seperti cahaya matahari, lampu,lentera dan cahaya yang lain.

Dengan adanya cahaya inilah kita tahu bagaimana sebaiknya berjalan di jalanan, di pasar, di rumah dan kita tahu dengan cahaya itu apa yang perlu untuk kita jauhi dan waspadai. Akan tetapi cahaya al Qur'an adalah cahaya maknawi yang memperlihatkan kepada kita apa yang bermanfaat dalam urusan agama maupun dunia, menjelaskan kepada kita yang hak dan yang batil, menunjukkan jalan menuju syurga sehingga kita menempuhnya berdasarkan cahaya dan bimbingan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Al-Qur'an adalah nur maknawi yang dengannya kita dapat membezakan jalan yang terang dari jalan yang gelap, membezakan jalan syurga dari jalan neraka. Dengannya engkau akan tahu mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya, engkau tahu kebaikan dan keburukan. Maka al-Qur'an adalah cahaya semesta alam untuk menuju jalan kejayaan, kebahagiaan dan kemenangan di dunia dan di akhirat.


Al Qur'an sebagai Pembeza (al-Furqan)


Allah Ta'ala juga menyifati al Qur'an sebagai Furqaan (pembeza) sebagai mana firman-Nya, ertinya: “Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (iaitu al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (Al Furqaan:1).


Ertinya al-Qur'an membezakan antara yang haq dengan yang batil, antara yang lurus dengan yang sesat, yang bermanfaaat dan yang berbahaya. Dia menyuruh kita semua mengerjakan kebaikan dan melarang kita dari perbuatan buruk dan dia memperlihatkan segala apa yang kita perlukan untuk urusan dunia dan akhirat, maka dia adalah furqan dalam erti membezakan antara yang hak dengan yang batil.


Al Qur'an sebagai Ubat Penawar


Allah Subhannahu wa Ta'ala juga menyebut al-Qur'an ini sebagai syifa'(ubat penawar), Dia berfirman, ertinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Surah Yunus:57).


Ia merupakan ubat bagi penyakit yang bersifat hakiki (yang menimpa badan) dan penyakit yang sifatnya maknawi (yang menimpa hati). Merupakan ubat bagi penyakit badan, dengan cara membacakannya untuk orang yang sakit atau terkena ain (hipnotis), kesurupan jin dan seumpamanya. Dengan izin Allah Subhannahu wa Ta'ala orang yang sakit akan menjadi sembuh jika bacaan tersebut berasal dari hati seorang mukmin yang yakin kepada-Nya. Apabila keyakinan yang kuat berkumpul antara orang yang membacakannya dengan yang di bacakan untuknya maka Allah akan memberikan kesembuhan bagi si pesakit.


Al-Qur'an juga merupakan ubat bagi penyakit maknawi, seperti penyakit ragu-ragu (syak), syubhat (kerancuan), kufur dan nifak. Penyakit-penyakit ini jauh lebih berbahaya daripada penyakit badan. Penyakit hati lebih berbahaya daripada penyakit badan kerana penyakit badan hujung penghabisannya adalah mati sedangkan mati itu pasti terjadi dan tidak mungkin dapat ditolak. Penyakit hati jika dibiarkan terus menerus maka akan menyebabkan matinya hati, rosak secara total sehingga si empunya hati menjadi seorang kafir, condong kepada keburukan, fasik. Dan tidak ada ubat baginya selain daripada al-Qur'an yang telah diturunkan oleh Allah sebagai ubat.


Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: “ Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”(QS. Al Israa':82).


Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan al-Qur'an sebagai ubat bagi orang mukmin dan mengkhususkan itu untuk mereka kerana hanya orang mukmin saja yang mampu mengambil manfaat dan mengambil petunjuk dengan al-Qur'an itu sehingga hilang dari mereka segala was-was, keraguan dan syubhat dari dalam hati mereka. Sedang orang-orang munafik dan orang-orang kafir serta pelaku kemusyrikan maka mereka tidak dapat mengambil faedah dari al Qur’an selagi mereka masih terus menerus berada di atas kemusyrikan, kemunafikan dan kekufuran mereka. Kecuali jika mau behenti dari semua itu dan bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.


Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita semua sebagai ahli al-Qur’an yang senantiasa membaca, memahami dan mengamalkan isinya. Amin ya Rabbal’lamin.


(Diambil dari muqaddimah kitab Tadabbur al-Qur’an, Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan (Ibnu Djawari)

No comments:

Post a Comment